Perlu Ada Evaluasi Penggunaan Dana KPC-PEN

19-01-2023 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati. Foto: Dok/Man

 

Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, telah mengumumkan laporan realisasi penggunaan dana Komite Penanganan Covid‑19 dan Pemulihan Ekonomi Nasoonal (KPC-PEN) tahun 2022 yang mencapai Rp396,7 triliun atau 83,9 persen dari Rp472,6 triliun yang telah dianggarkan. Menanggapi realisasi anggaran itu, Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengungkapkan perlunya evaluasi penggunaan anggaran terutama terutama terkait dampak dari penggunaanya kepada masyarakat.

 

“Jadi, pajak yang kita bayar dan pembiayaan dari utang bisa mubazir jika tidak dievaluasi penggunaan anggarannya,” ungkap Anis melalui keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Rabu (18/1/2023).

 

Pernyataan tersebut juga sekaligus menyoroti realisasi klaster Pemulihan Ekonomi yang mampu menyerap anggaran hingga Rp183.4 Triliun atau melebihi pagu Rp178,32 Triliun. Diketahui, terdapat tiga klaster penggunaan anggaran PC-PEN di tahun 2022, antara lain Klaster Kesehatan, Klaster Perlindungan Masyarakat, dan Klaster Pemulihan Ekonomi yang juga meliputi dukungan untuk UMKM termasuk subsidi KUR.

 

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini memberikan dua catatan terkait penggunaan dana pada klaster Pemulihan Ekonomi. Catatan pertama, terkait dengan dampaknya ke masyarakat. Menurutnya, hal ini sering luput dari evaluasi anggaran karena hanya melihat target realisasi (belanja) sedangkan kualitasnya jarang dikalkulasi.

 

Catatan kedua adalah tentang pemerataan dan penyebaran bantuan pada UMKM mengingat persoalan mendasar di Indonesia adalah terkait data. “Saya amati, kita belum memiliki data UMKM yang valid dan ini tentu bisa memunculkan pertanyaan baru, yakni tentang realisasi anggaran yang dimaksud,” imbuh Politisi PKS ini.

 

Merujuk pada pernyataan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, pemerintah akan tidak mengalokasikan dana khusus untuk PC-PEN di APBN 2023. Sebagian pihak khawatir akan dampak dari keputusan tersebut terutama pada dukungan bantuan sosial dan pemulihan ekonomi yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari permasalahan yang masih terjadi karena dampak ikutan dari pandemi. 

 

Terkait hal tersebut, Anis melihat bahwa pemerintah sudah memiliki program-program, yang salah satunya adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Persoalan yang saat ini mendesak untuk diselesaikan, menurut Anis, adalah bagaimana pemerintah bisa mengurangi intervensi pada harga-harga barang yang diaturnya (administered price). Sehingga daya beli rakyat tidak terus tertekan. 

 

Menurutnya, dalam transisi dari pandemi menuju endemi, hal utama yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga ketersediaan pasokan dan harga bahan pangan. Sehingga, perlu dipikirkan apakah program bantuan langsung non tunai dikembalikan ke posisi semula (tunai) agar jaminan terhadap pemenuhan beras atau bahan pokok bagi rumah tangga prasejahtera dapat menjadi lebih baik. 

 

 “Jadi, program-program tersebut saya pikir cukup dan tinggal bagaimana pemerintah berusaha maksimal untuk meningkatkan efektivitasnya. Perlu kita pahami bahwa kekuatan pertumbuhan ekonomi kita adalah konsumsi rumah tangga yang besar. Seraya berharap meski tanpa dana PEN pemerintah juga mampu menjaga daya beli masyarakat dan mempercepat penciptaan lapangan kerja,” tuturnya.

 

Anis menilai bahwa penyerapan anggaran masih terus menjadi persoalan di Indonesia. Padahal, ekonomi nasional membutuhkan stimulus besar untuk mendukung pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. 

 

“Saya melihat penyerapan anggaran PEN ini memang cukup rendah sejak 2020. Dalam kaitannya dengan indikasi pemulihan ekonomi, kelihatan masih jauh dari kondisi sebelum pandemi Covid-19. Konsumsi belum sepenuhnya pulih bahkan dapat dikatakan menurun karena kenaikan inflasi. Dari lapangan usaha, indikasi pemulihan masih jauh. Justru yang terjadi masih terlihat penurunan. Bisa kita lihat bahwa industri manufaktur terus melambat. Perannya terhadap PDB terus menurun di tengah kebutuhan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar,” ujarnya. 

 

Diketahui, dalam konferensi pers virtual mengenai Realisasi APBN 2022 yang dilakukan pada 3 Januari 2023 lalu, Menkeu menjelaskan realisasi KC-PEN per 30 Desember 2022 mencapai Rp396,7 Trilun. Klaster Kesehatan, yang meliputi belanja penanganan Covid-19, santunan nakes, insentif perpajakan kesehatan dan beberapa hal lain, hanya terserap Rp61,3 triliun dari Rp122,54 triliun yang dianggarkan. 

 

Klaster Perlindungan Sosial menyerap Rp152 Triliun dari Rp154,76 yang dianggarkan. Klaster ini digunakan untuk beberapa peruntukan antara lain BLT BBM, Bantuan Penyandang Disabilitas, YAPI dan lansia serta kartu Pra kerja dan Kartu Sembako. Sedangkan realisasi Klaster Pemulihan Ekonomi mencapai Rp184,3 Triliun atau 102,3%. Program Padat Karya, Ketahanan Pangan, Dukungan UMKM dan Insentif Usaha/Pajak merupakan bagian dari klaster tersebut. (uc/rdn)

BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...